animasi

Kamis, 27 Juni 2013

Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat

Sungai Miu Sulawesi tengah Perubahan tata guna lahan di daerah hulu, disertai kegiatan pengolahan lahan, dan peningkatan pembangunan mendorong peningkatan aktifitas  manusia didalam DAS akan memberikan dampak berupa perubahan jumlah debit air dan kandungan sedimen serta material yang dikandungnya didaerah hilir. DAS bagian hulu (terminologi US: watershed)  seharusnya menjadi fokus pengelolaan DAS mengingat daerah hulu dan hilir yang mempunyai keterkaitan biofsik melalui daur hidrologi. Dengan demikian, pengelolaan DAS merupakan upaya mengelola hubungan timbal balik antar sumberdaya alam  terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumber daya manusia di DAS dan segala aktifitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS.
Pengelolaan DAS pada prinsipnya adalah pengaturan tata guna lahan atau optimalisasi penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan secara rasional serta praktek lainnya yang ramah lingkungan sehingga dapat dinilai dengan indikator utama yaitu aliran sungai pada outletnya. Pengelolaan DAS  merupakan  kegiatan menggunakan semua sumber daya alam/biofisik yang ada, sosial-ekonomi secara rasional untuk menghasilkan produksi yang optimal dalam waktu yang tidak terbatas (sustainable), menekan bahaya kerusakan seminimal mungkin dengan hasil akhir kuantitas dan kualitas air yang memenuhi persyaratan (N. Sinukaban, 2000). Pemanfaatan  sumber daya alam didalam DAS secara berkelanjutan dan tidak membahayakan lingkungan disekitarnya juga merupakan tujuan dari pengelolaan DAS.
Kejadian banjir dan sedimentasi yang terus berlanjut sampai sekarang ini tidak lepas dari masalah DAS bagian hulu dimana pola penggunaan lahan dan cara pengolahan nya kurang tepat atau kurang menerapkan kaidah konservasi tanah dan air. Pola usaha tani di bagian hulu DAS yang dilakukan oleh masyarakat yang sebagian besar adalah petani lahan kering pada hakekatnya tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi penduduk setempat dengan resources/kemampuan terbatas hingga tidak mampu melakukan pengolahan lahan sesuai dengan kemampuan/daya dukung lahan dan penerapan konservasi tanah dan air.
Pada awalnya, pembangunan menitik beratkan pertumbuhan ekonomi nasional, maka pembangunan berbagai sektor menggunakan  pendekatan Top Down,  dari pusat pemerintahan secara instruksional dan lebih mengutamakan aspek teknis dibanding non teknisnya/sosial demi mengejar dan mencapai target, termasuk bidang RHL dimana penduduk/masyarakat setempat direkrut sebagai tenaga upah/buruh semata hingga kentara hasilnya bersifat jangka pendek. Pembuatan bangunan konservasi tanah meskipun dilahan milik penduduk dikerjakan dengan tenaga buruh yang diupah seperti pada pembuatan konstruksi/bangunan lainnya dengan  kurang mempedulikan apakah lokasi bangunan ada didalam atau diluar lahan milik masyarakat (dam pengendali, dam penahan, gully plug/pengendali jurang, dll), dan setelah proyek selesai tak ada lagi upah untuk pemeliharaan sehingga bangunan tersebut tak berfungsi bahkan rusak/dicuri peralatannya sampai tak berbekas. Akibatnya kerusakan terus berlanjut dan bahkan makin meluas karena absenya pemeliharaan menunggu datangnya proyek baru.
Petani Carica Jawa Tengah
Pendekatan baru yang dikenal dengan “bottom up” dengan memposisikan masyarakat lokal/setempat, para pemilik lahan menjadi subjek kegiatan (bukan objek) guna menanggulangi kerusakan hutan dan lahan. Mereka/masyarakat setempat yang paling tahu asal usul status lahan, pola penggunaan lahan dan cara mengolah dan merawatnya sejak lama secara adat (kearifan lokal) turun menurun. Untuk itu, mereka perlu diberi kepercayaan untuk ikut menangani  sedari awal, mulai dari persiapan, merencanakan, melaksanakan, merawat, memantau dan mengevaluasi keseluruhan proses  pengelolaan sampai memanen hasil/produksinya untuk diambil dinikmati bersama keluarganya. Masyarakat setempat diberi kepercayaan penuh, dengan demikian ada rasa memiliki memelihara dengan sungguh-2 yang hasil usahanya untuk mereka sendiri dan  digunakan meningkatkan kesejahteraan keluarganya secara berkelanjutan. Sejalan dengan tuntutan perubahan pendekatan tersebut, UNDP/GEF memberikan  bantuan hibah melalui proyek SCBFWM (penguatan pengelolaan Hutan dan DAS berbasis masyarakat).
Aparat  Pemerintah dari pusat, propinsi  sampai kabupaten/kota dan aparat dilapangan sesuai dengan fungsi, tugas dan kewenangannya wajib memfasilitasi masyarakat setempat yang bertujuan untuk 1) meningkatkan kemampuan administartif dalam mengelola organisasi pokmas CBO; 2) memberikan bekal/ kemampuan teknis dalam pengelolaan DAS mulai perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan sampai  monevnya; 3) meningkatkan kualitas SDM melalui pengembangan pengetahuan/teknologi tepat guna, kemampuan dan ketrampilan  terkait dengan pengelolaan DAS; 4) memberikan informasi pasar dan modal dalam meningkatkan daya saing  dan pengembangan usaha paska panen.
Fasilitasi dimaksud dilakukan melalui: 1) pengembangan kelembagaan pokmas CBO setempat; 2) pendidikan dan pelatihan; 3) akses dan jaminan terhadap pasar dan modal; 4) pengembangan usaha paska panen; 5) penyediaan tenaga pendamping, fasilitator dan supervisor lapangan. Pelaksanaan fasilitasi dapat dibantu dengan pihak lain terkit dengan kegiatan pengelolaan DAS, seperti LSM, Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitaian dan Pengabdian Masyarakat, Lembaga Keuangan, Koperasi, BUMN/BUMD, Swasta, dan para pihak lainnya dengan tujuan  membimbing, mendorong, memberdayakan masyarakat setempat, membina dan meyakinkan bahwa hasil kegiatan masyarakat tersebut sepenuhnya hak masyarakat untuk dimanfaatkan oleh mereka sendiri hingga mereka tanpa ragu-2 dengan optimistis terus bekerja mengelola lahannya dengan baik, mengikuti aturan yang berlaku.
Agroforestri di CBO di Desa Babadan - Jawa Tengah
Pengelolaan DAS yang Berbasis Masyarakat menggunakan pendekatan bottom up, dengan memberdayakan masyarakat setempat untuk mengelola lahan usahanya di bagian kecil DAS untuk memperbaiki dan meningkatkan produksi lahannya sekaligus perbaikan lingkungan nya guna memenuhi kebutuhan hidupnya secara berkelanjutan.  Perbaikan lingkungan lahan usaha masyarakat setempat yang merupakan bagian kecil dari DAS (mikro DAS) bila dikelola secara baik sesuai dengan daya dukungnya dengan menggunakan kaidah konservasi Tanah dan Air (KTA) dan diintegrasikan dengan usaha yang sama oleh masyarakat ditempat lain dalam satu DAS merupakan basis perbaikan lingkungan yang besar untuk mencapai keberhasilan pengelolaan DAS.
Keberdayaan masyarakat memungkinkan suatu masyarakat bertahan dan mengembangkan. diri untuk mencapai kemajuan. Sebagian besar masyarakat berdaya adalah individunya memiliki kesehatan fisik, mental, terdidik, kuat dan berbudaya. Membudayakan masyarakat adalah meningkatkan  harkat dan martabat masyarakat  yang dalam kondisi tidak mampu lepas dari kemiskinan, kebodohan, ketidaksehatan, dan ketertinggalan. Untuk mendorong masyarakat yang berdaya, antara lain   dengan cara: menciptakan iklim atau   suasana yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang.Pengembangan  daya tersebut dilakukan dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat.  Pembangunan tanpa memperhatikan kharakteristik dan kebutuhan lokal akan banyak membuang sumber daya secara sia-sia. Faktor lain yang perlu mendapat perhatian utama adalah kearifan lokal yang memerlukan inventarisasi, reorientasi, dan reinterpretasi maknanya (Google 30.12.11: Pembangunan Basis Masyarakat 24.12.09).
CBO KCL
Untuk implementasi PDASBM, masyarakat yang tergabung dalam kelompok masyarakat desa (pokmas, CBO) harus menetapkan/memilih lokasi dalam satuan hamparan yang kompak  yang merupakan bagian hulu DAS prioritas dengan ordo sungai 1 sampai 3  atau yang dkenal dengan Model DAS Mikro (MDM) dimana terdapat sebaran lahan kritis dalam satuan hamparan disatu desa atau lebih sebagai ajang  kegiatan kelompok yang direncanakan bersama masyarakat setempat didasarkan atas kondisi biofisik, sosial ekonomi yang sudah dipahami bersama secara turun menurun tinggal didesanya.

Delapan Kunci Pengelolaan Kelapa Sawit Di Lahan Gambut

Jokowarino.com - Lahan gambut memiliki peranan yang sangat penting ditinjau dari segi ekonomi dan ekologi. Lahan gambut menyediakan hasil hutan berupa kayu dan non kayu, penyimpanan air, pensuplai air dan pengendali banjir, serta merupakan habitat bagi keanekaragaman hayati. Dalam pengembangan pembangunan berbagai sektor, pemanfaatan lahan gambut menjadi alternatif cadangan terakhir bila tidak memungkinkan bagi pengembangan pada lahan mineral, dengan memprioritaskan hanya pada lahan gambut yang terdegradasi.  Sedangkan, untuk kawasan hutan gambut sebaiknya tetap dipertahankan sebagai hutan gambut.
Lahan gambut yang telah terdegradasi dan akan dimanfaatkan untuk melakukan budidaya kelapa sawit perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1.     PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN
Dalam melakukan budidaya tanaman kelapa sawit pada lahan gambut perlu dipertimbangkan dan memastikan lahan gambut sesuai untuk kelapa sawit, dalam hal ini yang paling penting adalah memastikan bahwa lokasi yang akan dipergunakanan tidak bertentangan dengan peraturan, dan layak untuk dilaksanakan usaha.
Keberhasilan dalam budidaya pada lahan gambut juga sangat tergantung pada faktor-faktor pembatas diantaranya adalah: kematangan gambut, kedalaman gambut, kedalaman lapisan pirit, frekuensi dan lama genangan. Dengan ini budidaya kelapa sawit di lahan gambut akan membutuhkan input yang sangat besar.
2.     PEMBUKAAN LAHAN YANG BAIK
Pengolahan Lahan Tanpa Bakar/zero burning  adalah hal yang harus diperhatikan juga, karena lahan gambut yang sudah kering dan terbakar akan banyak mengalami kerugian, baik kehilangan unsure hara yang terkandung dalam bahan organik, kehilangan musuh alami hama, dan secara umum akan terjadi pelepasan karbon dalam bentuk asap.
Dampak kebakaran di lahan gambut adalah
a.  Terdegradasinya kondisi lingkungan
• Penurunan kualitas fisik gambut
• Terganggunya proses dekomposisi tanah gambut
• Menurunkan keanekaragaman hayati
• Rusaknya siklus hidrologi
• emisi gas karbon-dioksida dalam jumlah besar.
b.  Kesehatan manusia
Kebakaran hutan dan lahan gambut telah menimbulkan asap yang berakibat terjadinya pencemaran udara sehingga akan menimbulkan penyakit pernapasan, asma, bronchitis, pneumonia, kulit dan iritasi mata.
c.   Hilangnya kesempatan ekonomi bagi masyarakat
Dampak langsung kebakaran bagi masyarakat yaitu berupa hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat yang masih menggantungkan hidupnya pada hutan (berladang, beternak, berburu/menangkap ikan)serta terganggunya transportasi.
Kegiatan pembukaan PLTB dapat dilakukan dengan Pemotongan pohon, Pemancangan jalur tanam, perumpukan searah jalur tanam, Pembuatan jalan dan saluran tata air, Desain kebun dan Penanaman cover crops
3.     TATA AIR (WATER MANAGEMENT)
Tata air merupakan hal yang harus diperhatikan karena sifat tanah gambut yang sudah kering tidak dapat lagi menjadi basah. Beberapa tujuan mengelola air adalah
§  Mengatur muka air, dipertahankan pada 50-75cm (ruang akar)
§  mencegah pengeringan dan penurunan muka gambut
§  mencegah oksidasi pirit (tanah sulfat masam)
§  mencegah akumulasi garam (salinitas) – mencuci zat yang meracun
Bagian bagian yang dipergunakan untuk terlaksananya tata air adalah:
Benteng berfungsi untuk menahan air pasang, sepanjang laut- sungai- parit
Parit berfungsi untuk mengumpulkan- menyalurkan air keluar kebun
Pintu air berfungsi untuk mempertahankan muka air, menahan air pasang
4.     PEMADATAN GAMBUT
Bertujuan untuk pamadatan gambut sehingga daya topang terhadap tanaman meningkat dan tanaman tidak mudah doyong
5.    PEMBANGUNAN DAN PENINGKATAN KUALITAS JALAN
§  Pemasangan gambangan dari batang kayu
§  Membran geoteks (optional)
§  Penimbunan dengan tanah mineral (20-30cm)
§  Perataan dan pemadatan
§  Pengerasan dengan pasir dan kerikil/batu
6.     PELAKSANAAN KULTUR TEKNIS YANG BAIK
§  Upaya penggalian produksi
§  Masa TBM dan TM
§  Penunasan
§  Pengendalian gulma
§  Pengendalian hama dan penyakit (Integrated Pest Management)
§  Pemeliharaan jalan
§  Perbaikan kualitas panen
§  Perawatan sarana panen
7.     PEMUPUKAN
Pada gambut subur, jenis dan dosis pupuk hampir sama dengan pada tanah mineral. sedangkan pada gambut dgn kadar ca dan mg relatif lebih tinggi dibanding k, 1) tidak perlu pengapuran, dan 2) aplikasi dosis kcl 3,0 – 5,0 kg/phn/thn, Pupuk mikro wajib diberikan (Cu, Zn, Fe, B)
8.    WASPADA TERHADAP API
Antisipasi terjadinya kebakaran lahan dan kebun diperlukan beberapa hal diantaranya adalah pembangunan menara pengawas api, penyiapan sarana dan prasarana pemadam api, perlunya marka tingkat bahaya api dan pembuatan organisasi pengendalian kebakaran.
Oleh: Tulus Tri Margono, SP
Sumber:
Stranas Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan di Indonesia.
Pemanfaatan Gambut Untuk Kelapa Sawit Dalam Pembangunan Berkelanjutan, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
- See more at: http://www.jokowarino.com/2013/05/delapan-kunci-pengelolaan-kelapa-sawit.html#sthash.NOdecqg8.dpuf

Delapan Kunci Pengelolaan Kelapa Sawit Di Lahan Gambut

Jokowarino.com - Lahan gambut memiliki peranan yang sangat penting ditinjau dari segi ekonomi dan ekologi. Lahan gambut menyediakan hasil hutan berupa kayu dan non kayu, penyimpanan air, pensuplai air dan pengendali banjir, serta merupakan habitat bagi keanekaragaman hayati. Dalam pengembangan pembangunan berbagai sektor, pemanfaatan lahan gambut menjadi alternatif cadangan terakhir bila tidak memungkinkan bagi pengembangan pada lahan mineral, dengan memprioritaskan hanya pada lahan gambut yang terdegradasi.  Sedangkan, untuk kawasan hutan gambut sebaiknya tetap dipertahankan sebagai hutan gambut.
Lahan gambut yang telah terdegradasi dan akan dimanfaatkan untuk melakukan budidaya kelapa sawit perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1.     PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN
Dalam melakukan budidaya tanaman kelapa sawit pada lahan gambut perlu dipertimbangkan dan memastikan lahan gambut sesuai untuk kelapa sawit, dalam hal ini yang paling penting adalah memastikan bahwa lokasi yang akan dipergunakanan tidak bertentangan dengan peraturan, dan layak untuk dilaksanakan usaha.
Keberhasilan dalam budidaya pada lahan gambut juga sangat tergantung pada faktor-faktor pembatas diantaranya adalah: kematangan gambut, kedalaman gambut, kedalaman lapisan pirit, frekuensi dan lama genangan. Dengan ini budidaya kelapa sawit di lahan gambut akan membutuhkan input yang sangat besar.
2.     PEMBUKAAN LAHAN YANG BAIK
Pengolahan Lahan Tanpa Bakar/zero burning  adalah hal yang harus diperhatikan juga, karena lahan gambut yang sudah kering dan terbakar akan banyak mengalami kerugian, baik kehilangan unsure hara yang terkandung dalam bahan organik, kehilangan musuh alami hama, dan secara umum akan terjadi pelepasan karbon dalam bentuk asap.
Dampak kebakaran di lahan gambut adalah
a.  Terdegradasinya kondisi lingkungan
• Penurunan kualitas fisik gambut
• Terganggunya proses dekomposisi tanah gambut
• Menurunkan keanekaragaman hayati
• Rusaknya siklus hidrologi
• emisi gas karbon-dioksida dalam jumlah besar.
b.  Kesehatan manusia
Kebakaran hutan dan lahan gambut telah menimbulkan asap yang berakibat terjadinya pencemaran udara sehingga akan menimbulkan penyakit pernapasan, asma, bronchitis, pneumonia, kulit dan iritasi mata.
c.   Hilangnya kesempatan ekonomi bagi masyarakat
Dampak langsung kebakaran bagi masyarakat yaitu berupa hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat yang masih menggantungkan hidupnya pada hutan (berladang, beternak, berburu/menangkap ikan)serta terganggunya transportasi.
Kegiatan pembukaan PLTB dapat dilakukan dengan Pemotongan pohon, Pemancangan jalur tanam, perumpukan searah jalur tanam, Pembuatan jalan dan saluran tata air, Desain kebun dan Penanaman cover crops
3.     TATA AIR (WATER MANAGEMENT)
Tata air merupakan hal yang harus diperhatikan karena sifat tanah gambut yang sudah kering tidak dapat lagi menjadi basah. Beberapa tujuan mengelola air adalah
§  Mengatur muka air, dipertahankan pada 50-75cm (ruang akar)
§  mencegah pengeringan dan penurunan muka gambut
§  mencegah oksidasi pirit (tanah sulfat masam)
§  mencegah akumulasi garam (salinitas) – mencuci zat yang meracun
Bagian bagian yang dipergunakan untuk terlaksananya tata air adalah:
Benteng berfungsi untuk menahan air pasang, sepanjang laut- sungai- parit
Parit berfungsi untuk mengumpulkan- menyalurkan air keluar kebun
Pintu air berfungsi untuk mempertahankan muka air, menahan air pasang
4.     PEMADATAN GAMBUT
Bertujuan untuk pamadatan gambut sehingga daya topang terhadap tanaman meningkat dan tanaman tidak mudah doyong
5.    PEMBANGUNAN DAN PENINGKATAN KUALITAS JALAN
§  Pemasangan gambangan dari batang kayu
§  Membran geoteks (optional)
§  Penimbunan dengan tanah mineral (20-30cm)
§  Perataan dan pemadatan
§  Pengerasan dengan pasir dan kerikil/batu
6.     PELAKSANAAN KULTUR TEKNIS YANG BAIK
§  Upaya penggalian produksi
§  Masa TBM dan TM
§  Penunasan
§  Pengendalian gulma
§  Pengendalian hama dan penyakit (Integrated Pest Management)
§  Pemeliharaan jalan
§  Perbaikan kualitas panen
§  Perawatan sarana panen
7.     PEMUPUKAN
Pada gambut subur, jenis dan dosis pupuk hampir sama dengan pada tanah mineral. sedangkan pada gambut dgn kadar ca dan mg relatif lebih tinggi dibanding k, 1) tidak perlu pengapuran, dan 2) aplikasi dosis kcl 3,0 – 5,0 kg/phn/thn, Pupuk mikro wajib diberikan (Cu, Zn, Fe, B)
8.    WASPADA TERHADAP API
Antisipasi terjadinya kebakaran lahan dan kebun diperlukan beberapa hal diantaranya adalah pembangunan menara pengawas api, penyiapan sarana dan prasarana pemadam api, perlunya marka tingkat bahaya api dan pembuatan organisasi pengendalian kebakaran.
Oleh: Tulus Tri Margono, SP
Sumber:
Stranas Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan di Indonesia.
Pemanfaatan Gambut Untuk Kelapa Sawit Dalam Pembangunan Berkelanjutan, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
- See more at: http://www.jokowarino.com/2013/05/delapan-kunci-pengelolaan-kelapa-sawit.html#sthash.NOdecqg8.dpuf

Delapan Kunci Pengelolaan Kelapa Sawit Di Lahan Gambut

Jokowarino.com - Lahan gambut memiliki peranan yang sangat penting ditinjau dari segi ekonomi dan ekologi. Lahan gambut menyediakan hasil hutan berupa kayu dan non kayu, penyimpanan air, pensuplai air dan pengendali banjir, serta merupakan habitat bagi keanekaragaman hayati. Dalam pengembangan pembangunan berbagai sektor, pemanfaatan lahan gambut menjadi alternatif cadangan terakhir bila tidak memungkinkan bagi pengembangan pada lahan mineral, dengan memprioritaskan hanya pada lahan gambut yang terdegradasi.  Sedangkan, untuk kawasan hutan gambut sebaiknya tetap dipertahankan sebagai hutan gambut.
Lahan gambut yang telah terdegradasi dan akan dimanfaatkan untuk melakukan budidaya kelapa sawit perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1.     PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN
Dalam melakukan budidaya tanaman kelapa sawit pada lahan gambut perlu dipertimbangkan dan memastikan lahan gambut sesuai untuk kelapa sawit, dalam hal ini yang paling penting adalah memastikan bahwa lokasi yang akan dipergunakanan tidak bertentangan dengan peraturan, dan layak untuk dilaksanakan usaha.
Keberhasilan dalam budidaya pada lahan gambut juga sangat tergantung pada faktor-faktor pembatas diantaranya adalah: kematangan gambut, kedalaman gambut, kedalaman lapisan pirit, frekuensi dan lama genangan. Dengan ini budidaya kelapa sawit di lahan gambut akan membutuhkan input yang sangat besar.
2.     PEMBUKAAN LAHAN YANG BAIK
Pengolahan Lahan Tanpa Bakar/zero burning  adalah hal yang harus diperhatikan juga, karena lahan gambut yang sudah kering dan terbakar akan banyak mengalami kerugian, baik kehilangan unsure hara yang terkandung dalam bahan organik, kehilangan musuh alami hama, dan secara umum akan terjadi pelepasan karbon dalam bentuk asap.
Dampak kebakaran di lahan gambut adalah
a.  Terdegradasinya kondisi lingkungan
• Penurunan kualitas fisik gambut
• Terganggunya proses dekomposisi tanah gambut
• Menurunkan keanekaragaman hayati
• Rusaknya siklus hidrologi
• emisi gas karbon-dioksida dalam jumlah besar.
b.  Kesehatan manusia
Kebakaran hutan dan lahan gambut telah menimbulkan asap yang berakibat terjadinya pencemaran udara sehingga akan menimbulkan penyakit pernapasan, asma, bronchitis, pneumonia, kulit dan iritasi mata.
c.   Hilangnya kesempatan ekonomi bagi masyarakat
Dampak langsung kebakaran bagi masyarakat yaitu berupa hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat yang masih menggantungkan hidupnya pada hutan (berladang, beternak, berburu/menangkap ikan)serta terganggunya transportasi.
Kegiatan pembukaan PLTB dapat dilakukan dengan Pemotongan pohon, Pemancangan jalur tanam, perumpukan searah jalur tanam, Pembuatan jalan dan saluran tata air, Desain kebun dan Penanaman cover crops
3.     TATA AIR (WATER MANAGEMENT)
Tata air merupakan hal yang harus diperhatikan karena sifat tanah gambut yang sudah kering tidak dapat lagi menjadi basah. Beberapa tujuan mengelola air adalah
§  Mengatur muka air, dipertahankan pada 50-75cm (ruang akar)
§  mencegah pengeringan dan penurunan muka gambut
§  mencegah oksidasi pirit (tanah sulfat masam)
§  mencegah akumulasi garam (salinitas) – mencuci zat yang meracun
Bagian bagian yang dipergunakan untuk terlaksananya tata air adalah:
Benteng berfungsi untuk menahan air pasang, sepanjang laut- sungai- parit
Parit berfungsi untuk mengumpulkan- menyalurkan air keluar kebun
Pintu air berfungsi untuk mempertahankan muka air, menahan air pasang
4.     PEMADATAN GAMBUT
Bertujuan untuk pamadatan gambut sehingga daya topang terhadap tanaman meningkat dan tanaman tidak mudah doyong
5.    PEMBANGUNAN DAN PENINGKATAN KUALITAS JALAN
§  Pemasangan gambangan dari batang kayu
§  Membran geoteks (optional)
§  Penimbunan dengan tanah mineral (20-30cm)
§  Perataan dan pemadatan
§  Pengerasan dengan pasir dan kerikil/batu
6.     PELAKSANAAN KULTUR TEKNIS YANG BAIK
§  Upaya penggalian produksi
§  Masa TBM dan TM
§  Penunasan
§  Pengendalian gulma
§  Pengendalian hama dan penyakit (Integrated Pest Management)
§  Pemeliharaan jalan
§  Perbaikan kualitas panen
§  Perawatan sarana panen
7.     PEMUPUKAN
Pada gambut subur, jenis dan dosis pupuk hampir sama dengan pada tanah mineral. sedangkan pada gambut dgn kadar ca dan mg relatif lebih tinggi dibanding k, 1) tidak perlu pengapuran, dan 2) aplikasi dosis kcl 3,0 – 5,0 kg/phn/thn, Pupuk mikro wajib diberikan (Cu, Zn, Fe, B)
8.    WASPADA TERHADAP API
Antisipasi terjadinya kebakaran lahan dan kebun diperlukan beberapa hal diantaranya adalah pembangunan menara pengawas api, penyiapan sarana dan prasarana pemadam api, perlunya marka tingkat bahaya api dan pembuatan organisasi pengendalian kebakaran.
Oleh: Tulus Tri Margono, SP
Sumber:
Stranas Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan di Indonesia.
Pemanfaatan Gambut Untuk Kelapa Sawit Dalam Pembangunan Berkelanjutan, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
- See more at: http://www.jokowarino.com/2013/05/delapan-kunci-pengelolaan-kelapa-sawit.html#sthash.NOdecqg8.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar